Monday 15 April 2013

Kadin: Negara lain sudah tidak beri subsidi BBM


Kadin: Negara lain sudah tidak beri subsidi BBM

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia lebih mendukung kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dibandingkan tarif listrik dan upah buruh. Sejak awal tahun ini, Kadin maupun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sama-sama meminta pemerintah mencabut sepenuhnya subsidi minyak dari anggaran negara.

Wakil Ketua Kadin Bidang Pengembangan Daerah Tertinggal, Natsyir Mansyur, mengakui bila kenaikan BBM tetap terasa berat. Namun lantaran termasuk barang yang tidak terbarukan, pengusaha bisa memaklumi kenaikan itu.

"BBM kalau dinaikkan harganya bikin kita bisa gampang hitung-hitungan cost production. Misalnya pemerintah naikkan 40 persen, tidak masalah. Mau bagaimana lagi, negara lain sudah tidak ada lagi yang memberi subsidi," ujarnya saat ditemui di Menara Kadin, Jakarta, Senin (15/4).

Keuntungan lain dari pencabutan subsidi adalah pengalihan porsi anggaran untuk infrastruktur. Natsyir menjamin pengusaha bisa tidak menaikkan harga jual barang seiring harga premium naik. Syaratnya, pemerintah serius membangun infrastruktur publik di daerah-daerah tertinggal.

Jika hal ini serius dilakukan, Kadin menjamin ongkos produksi pengusaha dari aspek distribusi juga lebih murah sehingga tak perlu menaikkan harga. "Kalau subsidi dicabut, hitung-hitungan kita Rp 130 triliun bisa dialihkan ke daerah, bisa dibangun jembatan jalan dan lain-lain, asal jelas penggunaannya. Itu kenapa sikap Kadin cabut subsidi," ungkapnya.

Sementara jika kenaikan tarif listrik dan upah buruh merupakan persoalan lama yang selalu berulang karena tidak adanya kebijakan industrial yang jelas. "Kalau listrik dan UMP, itu lain lagi. Itu persoalan 15 tahun, bahkan sejak 20 tahun lalu yang tidak terselesaikan sampai sekarang, sampai karatan. Selalu berubah-ubah, sekarang gini, besok lain lagi," jelasnya.

Seperti diketahui, pemerintah saat ini sedang merancang skema penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM) agar kuota tidak tembus lebih dari 46,7 juta kiloliter di akhir tahun. Salah satunya dengan menaikkan harga jual premium yang sekarang masih di kisaran Rp 4.500 per liter. Bila penghematan sukses, diharapkan beban APBN bisa berkurang antara Rp 50-80 triliun.
merdeka.com

No comments:

Post a Comment