Ilustrasi. (Foto: Okezone)
JAKARTA - Indonesia merupakan tujuan menarik untuk
penanaman investasi karena memiliki pangsa pasar yang besar, stabilitas,
upah buruh yang relatif kecil dan ketersediaan bahan baku pendukung.
Sebagian
besar investor yang menanamkan modal, hanya memanfaatkan faktor upah
buruh yang rendah, ketersediaan bahan baku dan hanya menjadikan
Indonesia lokasi aktivitas padat karya, sementara seluruh keputusan
strategis tetap dijalankan prinsipal seperti kondisi yang terjadi di
Meksiko dan China.
Di Meksiko misalnya, dikenal sebuah model
bisnis Maquiladora dimana seluruh aset yang digunakan dalam aktivitas
manufaktur merupakan milik principal yang sebagian besarnya merupakan
investor Amerika Serikat (AS) yang memanfaatkan kondisi tersebut untuk
mendirikan pusat manufaktur produk mereka, terutama di kawasan
perdagangan bebas.
Namun mengutip tulisan Darussalam dalam
Bukunya Tranfer Pricing, model bisnis yang berkembang di Indonesia saat
ini tidak terbatas pada skema kontrak atau
consignment
manufacturing saja, tapi pada perkembangannya sudah banyak model bisnis
padat modal yang tidak semata-mata mengandalkan upah buruh Indonesia
seperti dalam industri
consumer goods, kosmetik, otomotif dan komponen.
Darussalam mengatakan, dalam industri tersebut, banyak skema
joint venture
yang melibatkan perusahaan di Indonesia dalam pengambilan keputusan
bisnis seperti keputusan investasi, penentuan target pasar, belanja
modal, pendanaan dan sebagainya.
Dengan adanya joint venture
tersebut, dia mengatakan Indonesia mendapatkan peran yang lebih
strategis dan tidak semata-mata bergantung pada keputusan prinsipal.
Indonesia
juga dikenal sebagai salah satu penghasil komoditas utama di dunia,
dimana saat ini ekspor non migas utama Indonesia masih banyak memiliki
kaitan dengan barang-barang komoditas seperti bahan tambang, besi,
tembaga dan karet ataupun barang olahan komoditas yang masih setengah
jadi seperti lemak dan minyak nabati dari kelapa sawit.
Dia
menambahkan, dalam posisi Indonesia sebagai penghasil komoditas, skema
yang banyak terjadi adalah penjualan secara tidak langsung melalui
perantara asing yang pada akhirnya menjual komoditi tersebut kepada
konsumer akhir. Hal ini memicu spekulasi mengenai tujuan dan motif skema
tersebut.
Menurutnya, selama substansi dari transaksi tersebut
sesuai dengan fungsi dan resiko yang terdapat dalam kontrak atau
perjanjian, skema tersebut dapat dianggap murni sebagai keputusan bisnis
tanpa ada motif penghindaran pajak dan sebagainya.
Lebih lanjut
dia mengatakan, dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar
dengan jumlah keempat terbesar di dunia maka potensi pasar yang dimiliki
juga besar.
Potensi tersebut, lanjut Darussalam, mendorong
adanya investasi melalui pendidrian kantor cabang dan anak perusahaan
yang berfungsi dalam pendistribusian barang. Dengan demikian, hampir
setiap kategori perusahaan dapat beroperasi di Indonesia.
Sumber : okezone.com