Wednesday 27 November 2013

Jaksa sebut Luthfi Hasan Ishaaq permalukan citra PKS dan DPR


Jaksa sebut Luthfi Hasan Ishaaq permalukan citra PKS dan DPR


Merdeka.com - Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini menuntut terdakwa kasus dugaan suap pengurusan penambahan kuota impor daging sapi pada Kementerian Pertanian dan pencucian uang, Luthfi Hasan Ishaaq, dengan pidana penjara selama 18 tahun. Menurut jaksa, mantan Anggota Komisi I DPR fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu dianggap mencoreng citra DPR dan PKS.

Hal itu diungkapkan oleh Jaksa Rini Triningsih saat membacakan bagian pertimbangan memberatkan Luthfi Hasan Ishaaq. Menurut dia, ada empat hal memberatkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera itu.

"Hal yang memberatkan adalah perbuatan Luthfi meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap DPR, keberpihakan pada kepentingan kelompok dan pengusaha tertentu serta menyingkirkan peternak sapi lokal, mengorbankan hak-hak ekonomi masyarakat, memberikan citra buruk pada pilar demokrasi dan mencederai citra PKS serta kader PKS lain yg memiliki slogan 'Jujur, Bersih, Peduli.'," kata Jaksa Rini Triningsih saat membacakan berkas tuntutan Luthfi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (27/11).

Jaksa menuntut Luthfi Hasan Ishaaq selama 10 tahun dalam tindak pidana korupsi, dan 8 tahun dalam tindak pidana pencucian uang. Jaksa Rini menambahkan, dalam perkara suap, Luthfi juga dituntut pidana denda sebesar Rp 500 juta. Jika tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama enam bulan. Sedangkan dalam delik pencucian uang, dia didenda Rp 1 miliar subsider kurungan penjara 1 tahun 4 bulan.

"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak publik terdakwa," ucap Jaksa Rini.

Menurut Jaksa Muhibuddin, dalam perkara suap, Luthfi dianggap terbukti melanggar dakwaan alternatif kesatu. Yakni dengan pasal 12 huruf a Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara dalam perkara pencucian uang dan gabungan beberapa kejahatan, Luthfi dianggap terbukti melanggar dakwaan secara berlapis. Yakni Pasal 3 huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Pasal 6 ayat (1) huruf b dan c Nomor 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto 65 ayat (1) KUHPidana.

Menurut Jaksa Muhibuddin, Luthfi terbukti menerima sogokan sebesar Rp 1,3 miliar melalui Ahmad Fathanah. Duit itu diduga merupakan uang muka dari komisi Rp 40 miliar yang dijanjikan oleh Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, buat mengusahakan penambahan kuota impor daging sapi PT Indoguna Utama dan anak perusahaannya sebesar sepuluh ribu ton.

"Perbuatan itu diduga agar penyelenggara negara atau pejabat negara tidak melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan jabatannya," ujar Jaksa Muhibuddin.

Kemudian, Jaksa Rini Triningsih mengatakan, Luthfi Hasan Ishaaq juga dianggap terbukti bersalah melakukan praktik pencucian uang. Dia menambahkan, Luthfi sengaja menyembunyikan atau menyamarkan berbagai harta yang diduga didapat berasal dari tindak pidana korupsi. Luthfi juga dianggap memiliki profil keuangan menyimpang, dibandingkan dari penghasilan sebelum dan saat menjabat Anggota DPR RI.

"Patut diduga harta kekayaan diduga untuk menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membayarkan, dan membelanjakan, menghibahkan tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi. Perbuatan tersebut dilakukan dengan menggunakan nama terdakwa atau menggunakan nama orang lain adalah agar tidak diketahui asal-usulnya dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa," kata Jaksa Rini.

Sementara dalam perkara pencucian uang dan gabungan beberapa kejahatan, Luthfi dianggap terbukti melanggar dakwaan secara berlapis. Yakni Pasal 3 huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Pasal 6 ayat (1) huruf b dan c Nomor 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto 65 ayat (1) KUHPidana.

Menurut Jaksa Muhibuddin, Luthfi terbukti menerima sogokan sebesar Rp 1,3 miliar melalui Ahmad Fathanah. Duit itu diduga merupakan uang muka dari komisi Rp 40 miliar yang dijanjikan oleh Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, buat mengusahakan penambahan kuota impor daging sapi PT Indoguna Utama dan anak perusahaannya sebesar sepuluh ribu ton.

"Perbuatan itu diduga agar penyelenggara negara atau pejabat negara tidak melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan jabatannya," ujar Jaksa Muhibuddin.

Kemudian, Jaksa Rini Triningsih mengatakan, Luthfi Hasan Ishaaq juga dianggap terbukti bersalah melakukan praktik pencucian uang. Dia menambahkan, Luthfi sengaja menyembunyikan atau menyamarkan berbagai harta yang diduga didapat berasal dari tindak pidana korupsi. Luthfi juga dianggap memiliki profil keuangan menyimpang, dibandingkan dari penghasilan sebelum dan saat menjabat Anggota DPR RI.

"Patut diduga harta kekayaan diduga untuk menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membayarkan, dan membelanjakan, menghibahkan tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi. Perbuatan tersebut dilakukan dengan menggunakan nama terdakwa atau menggunakan nama orang lain adalah agar tidak diketahui asal-usulnya dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa," kata Jaksa Rini.

Sumber : http://www.merdeka.com

No comments:

Post a Comment