Tuesday, 26 March 2013

Tak bosan dirundung bentrokan


Tak bosan dirundung bentrokan


Tak bosan dirundung bentrokan, mungkin kalimat tepat menggambarkan kondisi Myanmar. Luka tahun lalu saat konflik berdarah dan pembantaian besar-besarnya etnis Rohingnya belum lagi kering, negara itu kembali diguncang masalah sektarian hampir sama di wilayah berbeda. Bahkan Presiden Thein Sein kali ini sampai menyatakan kondisi darurat.

Padahal Myanmar masih harus membenahi pekerjaan rumah lantaran bentrokan antara etnis Rakhine banyak memeluk Buddha dan Rohingnya mayoritas muslim, terjadi di Negara Bagian Arakan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat lebih dari 22 ribu orang mengungsi akibat bentrokan dua umat beragama ini. Belum lagi korban tewas mencapai ratusan orang, ratusan lain terluka, dan sekitar 2.818 rumah rata dengan tanah, dilansir surat kabar the Guardian (12/10).

Itu baru data dari PBB. Lembaga Human Right Watch bermarkas di Kota New York Amerika Serikat mengatakan korban peristiwa ini bisa jadi lebih banyak lantaran pemerintah Myanmar terkenal hobi menutupi setiap kejadian atau peristiwa sebenarnya dari pantauan media.

Belum lagi nasib etnis Rohingnya mengenaskan berusaha mencari suaka ke negara-negara terdekat namun mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Saat mereka merapat ke Thailand misalnya, mereka dihalau untuk kembali ke Myanmar namun akhirnya terombang-ambing di laut. Beruntung Malaysia masih mau menampung para pengungsi itu.

Kini bentrokan timbul kembali dan kali ini malah lebih mengkhawatirkan. Kota Meikhtila yang tenang tiba-tiba huru-hara dan media melaporkan telah terjadi konflik kelompok Buddha dan muslim dengan korban mencapai 20 orang tewas. Hal ini jelas menakutkan warga kota itu. Mereka bahkan enggan keluar rumah demi menghindari hal-hal tidak diinginkan.

Beberapa Masjid dan ribuan rumah di Meikhtila juga tak luput dari sasaran kemarahan massa. Bangunan demi bangunan dibakar bahkan massa juga mencegah pihak keamanan untuk memadamkan api.

Jika kerusuhan di Arakan disinyalir ulah beberapa pemuda Rohingya memperkosa seorang gadis Rakhine, kali ini persoalan lebih sepele yakni cekcok antara pemilik toko emas seorang muslim dengan langganannya seorang Buddha. Ini menyulut kembali permusuhan diantara kedua keyakinan itu.

Warga pun merasa muak dengan banyak konflik di Myanmar. "Semua orang seperti orang lain tidak punya rasa kalau kita hidup di satu negara sama," ujar seorang penduduk bernama Sein Shwe, seperti dilansir stasiun televisi ABC (22/3). Mungkin dia benar jika semua orang seolah tidak lagi berpikir mereka sesama manusia. Bahkan para biksu selaku pemuka agama menjadi jajaran garis depan dalam konflik itu tanpa punya kemampuan mengingat ajaran Buddha yang welas asih.

sumber : merdeka.com

No comments:

Post a Comment